Ketua Litbang YLBH LMRRI Minta pemerintah fokus atasi masalah tambang ilegal (PETI).

 


Cybernews.id - Kalbar  

Tambang merupakan salah satu kekayaan negara yang dikuasai oleh pemerintah,"artinya, pelaksanaan aktivitas pertambangan diserahkan sepenuhnya kepada perusahaan pelaksana, sedangkan pemerintah berperan mengawasi pelaksanaan aktivitas pertambangan. Pemerintah berhak memberikan dan mencabut izin pelaksanaan aktivitas pertambangan apabila dinilai tidak memenuhi persyaratan dan prosedur yang berlaku. Hingga kini, masih ada masalah yang belum bisa terselesaikan yaitu masalah tambang ilegal atau pertambangan tanpa izin (PETI).


Menurut Korwil TINDAK Indonesia dan ketua Litbang YLBH-LMRRI,

dampak aktivitas Pertambangan Ilegal atau PETI 

Aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab berbeda dengan pertambangan rakyat karena tidak adanya izin dari pemerintah setempat serta prosedur penambangan yang baik,"ujarnya.


"Penambangan ilegal berpotensi merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar tambang karena adanya ketidaksesuaian prosedur penambangan sebagaimana yang telah ditetapkan."Tambang ilegal atau PETI juga dapat merugikan negara karena berpotensi menghilangkan sumber pendapatan pemerintah, baik pusat maupun daerah,"kata Bambang.


Kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal atau PETI terjadi karena aktivitas pertambangan yang dilakukan tidak memperhatikan azas good mining practices.


"Hal ini dapat diamati dari penggunaan sianida dan merkuri yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Kegiatan penambangan ilegal juga berpotensi mengancam keselamatan jiwa karena abainya pelaku tambang ilegal terhadap prosedur operasional keselamatan kerja."ucap Bambang.


"Korwil TINDAK Indonesia dan Ketua Litbang YLBH -LMRRI Bambang Iswanto,A.Md menyarankan upaya dan strategi yang harus dilakukan pemerintah

untuk mencegah timbulnya dampak merugikan negara, pemerintah harus melakukan berbagai upaya dan strategi untuk menertibkan tambang ilegal tersebut, seperti ;


1. Pengaturan dan Perbaikan Data Pertambangan Tanpa Izin

Bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).


Pemerintah melakukan pengaturan dan perbaikan data pertambangan tanpa izin (PETI) yang berada di area kehutanan.


"Pengaturan dan perbaikan data ini penting dilakukan karena dengan adanya data yang valid, maka proses pengawasan dan penertiban dapat dilakukan dengan lancar.


2. Pengecekan atau Inspeksi Dadakan.


Pemerintah bersama KLHK, Kemenko Maritim, dan pemerintah daerah berkomitmen untuk menggalakkan pengecekan atau inspeksi dadakan (Sidak) ke tempat-tempat yang diduga sebagai tempat pengiriman bahan dari tambang-tambang tak berizin. Tujuannya, agar pergerakan barang ilegal bisa ditekan.


3. Penertiban oleh Aparat Penegak Hukum.


Dalam hal ini, pemerintah menugaskan kepolisian khususnya Kepolisian Daerah (Polda) bersama dengan TNI melakukan upaya penegakan hukum untuk menertibkan dan memberantas tambang ilegal secara langsung ke titik lokasi.


4. Pemberian Sanksi.


Pemerintah harus menegakkan pemberian sanksi hukum seperti kurungan penjara maksimal sepuluh tahun dan denda maksimal sepuluh miliar rupiah (sesuai UU Pertambangan Minerba).


5. Penyuluhan dan Sosialisasi Dampak dari kegiatan Tambang ilegal

secara berkala.


Pemerintah harus melakukan penyuluhan dan sosialisasi dampak tambang ilegal. "Sebab, banyak oknum pelaku kegiatan tambang ilegal tidak memahami akan bahaya yang bisa muncul dari kegiatan tersebut.untuk itulah, perlu diadakan penyuluhan atau sosialisasi terutama mengenai dampak aktivitas PETI bagi lingkungan sekitar. 


6. Menyediakan Lapangan Kerja.


Pemerintah harus berupaya menyediakan lapangan pekejaan lain bagi masyarakat agar tidak melakukan kegiatan penambangan ilegal dengan memberi fasilitas pelatihan kerja melalui Pemerintah Daerah.


"Bambang menyebutkan, berdasarkan Pasal 158 UU Minerba, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun, dan denda paling banyak Rp 10 miliar.


"Aktivitas tambang ilegal menjadi salah satu dari sekian banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah,penyelesaiannya juga memang tidak mudah dan harus bertahap, namun apabila tidak segera diatasi, dampak lingkungan dan kerugian bagi negara akan semakin bertambah," tutup Bambang. (Red /tim )

Previous
« Prev Post