Cybernews.id - Sintang Kalbar .
Bupati Sintang dr. H. Jarot Winarno,M. Med yang di dampingi Dandim 1205/Sintang Letkol Inf. Rahmat Basuki serta Staf Alhi Bupati Arbudin, menerima kunjungan dari 48 orang tim pendaki yang berhasil membentangkan merah putih raksasa di Bukit Kelam, di Pendopo Bupati Sintang, Selasa (20/8/19).
Usai berswafoto dan menyampaikan apresiasinya secara langsung kepada para pendaki tersebut, Jarot mengatakan bahwa pembentangkan bendara raksasa di Bukit Kelam merupakan kebanggaan bagi masyarakat Kabupaten Sintang.
"namun keberhasilan itu jangan buat kita semua berpuas diri, karena ada masukan dari masyarakat Sintang bahkan dari luar juga, bahwa bendera yang dibentangkan tu keliatan kecil dari kejauhan, meskipun ukurannya 180 x 48 meter"kata Jarot.
Untuk itulah Jarot meminta tahun depan Merah Putih yang di bentangkan nanti lebih besar lagi dari ukuran sekarang. Namun yang harus di perhatikan kata Jarot adalah ukurannya, karena berdasarkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, bahwa bendera merah putih itu berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjangnya, sementara, yang dibentangkan di Bukit Kelam berukuran 180×40 meter. Sehingga, tidak sesuai dengan perbandingan sebagai bendera.
“nanti kedepannya, kita pasang dengan ukuran lebih besar dan tentunya harus sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya” tegasnya Jarot.
Selain itu juga Jarot meminta Untuk kedepannya, persiapan untuk pembentangan bendera merah putih raksasa ini harus lebih matang lagi, agar saat sirine dibunyikan, bendera langsung terbentang secara keseluruhan.
“nanti tu jauh-jauh hari para pendaki harus sudah berada diatas memasang bendera itu, biar begitu sirine dinyalakan, benderapun terbentang seluruhnya,ya maksimal waktu paling lama setengah jamlah, memang bukan pekerjaan mudah, saya paham membentangkan merah putih raksasa sangat sulit diatas sana”ucapnya.
Untuk itulah Jarot menyampaikan, atas nama pemerintah dan masyarakat Kab. Sintang, mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para pendaki, karena itu merupakan langkah awal dan memberikan kebanggaan luar biasa bagi Kabupaten Sintang.
"In Shaa Allah kedepannya akan lebih baik lagi, inilah yang kita sebut dari Kelam untuk Indonesia"pungkasnya.
Sementara itu, satu diantara dari 48 pendaki pembentangan merah putih raksasa di Bukit Kelam, Nabila Mohamed (28 tahun) asal Pulau Pinang (Utara Malaysia) atau asal Negeri Jiran Malaysia menceritakan bagaimana dirinya bisa ikut serta dalam rombongan pendaki tersebut meskipun berbeda warga negara, ia mengetehui akan ada pembentangan bendera raksasa di Bukit Kelam tersebut dari postingan Instagram temannya di Bandung, Jawa Barat, yang juga merupakan salah satu pendaki yang ikut juga, dirinya pun spontan ingin ikut serta.
"spontan je saya langsung tertarik ikut. Sebelumnya saya tidak tahu tentang Bukit Kelam. temannya saye di bandung tu namenye Deden, saye kirim message via IG, setelah dijawab saya langsung beli tiket dari Kuala Lumpur ke Pontianak,”jelas prempuan yang berprofesi sebagai guru itu.
Nabila pun mengakui bahwa mengibarkan bendera di tebing batu merupakan pengalamanan pertama baginya, terlebih Bukit Kelam merupakan Batu Monolit terbesar di dunia.
“sebelumnya saya pernah ikut mengibarkan bendara, tapi bukan di gunung atau bukit seperti di kelam ini, tapi lokasinya disalah satu pulau Malaysia bagian selatan,”ungkapnya.
Selain itu, Nabila juga mengakui perasaanya terharu saat Merah Putih tersebut berhasil di bentangkan, walapun itu bendera Indonesia. Bahkan, dirinya juga menangis saat lagu kebangsaan Indonesia dinyanyikan. Karena, momen tersebut mengingatkan dirinya akan perjuangan tokoh kemerdekaan Indonesia dan Malaysia.
"meskipun bendera Indonesia yang di kibarkan, tapi saya nampak itu macam bendera Malaysia"ucap Nabila dengan logat Melayu.
Nabila pun menuturkan bahwa saat ia dan semua tim pendaki berhasil membentangkan merah putih di puncak tebing kelam itu mengambarkan bagaimana perjuangan para pejuang kala merebut kemerdekaan dulu, karena betapa sakit dan pedihnya perjuangan kala itu, karena mendapatkan kemerdekaan perlu perjuangan yang luarbiasa.
“seperti nyawa diujung tanduk lah. Waktu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, di tepi tebing, rasanye tak bise dibayangkan, teringat perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan sangat berat,”tutupnya
(Hum/Mit)
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »